Bokep Viral Terbaru Not Jessica Jane Busty PEMERSATUDOTFUN

Not Jessica Jane Busty

Tidak ada voting

kamu melihat pesan ini karena adblocking menyala sehingga keseluruhan koleksi kami sembunyikan. kamu berusaha menghilangkan iklan maka kami juga akan menutup seluruh koleksi klik cara mematikan ADBLOCK
Download free VPN tercepat
Not, Jessica, Jane, Busty
video tak dapat diputar? gunakan google chrome, matikan adblock, gunakan 1.1.1.1
untuk menonton konten Not, Jessica, Jane, Busty yang ada pada kategori REKAYASA, SKANDAL, TEEN published pada 8 Agustus 2022 sila click button Download lalu click STREAMING di atas untuk menyaksikan streaming Not Jessica Jane Busty secara free, dapat pula click STREAMING 1 etc button di bawah player. jangan lupa di fullscreen agar iklannya tidak muncul, jika keluar jendela iklan cukup tutup sahaja
Content Yang Serupa :
Advertisement
klik foto untuk besarkan saiz dan semak halaman seterusnya

Daftar Foto :



Kevin Demonic 2: Blood Sugar Sex Magic - 1


Epiloque

Kisah ini merupakan cerita flashback yang terjadi pada awal bulan Agustus 1998.

Sudah dua bulan lebih sejak peristiwa di pertengahan bulan Mei itu. Peristiwa yang mengakibatkan perubahan besar dalam hidupku dan cici-ku Irene. Lebih jauh lagi memberi parubahan bagi banyak orang khususnya di kota Jakarta. Kenangan buruk tentang kerusuhan dan penjarahan itu masih sangat membekas di hati banyak orang. Bagiku itu merupakan suatu saat dimana aku menemukan jati diriku yang sebenarnya.

Cici-ku Irene juga memiliki kenangan tersendiri akan peristiwa itu. Bedanya dia memiliki luka-luka tertentu akibat peristiwa itu. Luka fisik dan psikis yang membutuhkan waktu untuk dapat pulih lagi. Memang tidak mungkin kita berdua dapat pulih seperti sebelum kejadian itu karena sekarang kita berdua sedang dalam proses perubahan membiasakan menjalani hidup dan jadi diri yang baru.

Cici-ku Irene sempat menjalani perawatan di rumah sakit selama sekitar tiga minggu karena perkosaan yang dialaminya (btw, dia tidak menganggap apa yang aku perbuat padanya malam itu sebagai perkosaan). Dia juga tidak menceritakan hal tersebut pada dokter yang merawatnya. Beruntung kejadian itu terjadi bukan di saat suburnya hingga tidak terjadi kehamilan. Agak repot kalau sampai hamil olehku karena tentunya akan sulit menentukan status anaknya. Apakah anakku, atau keponakanku.

Trauma yang dideritanya sebagian besar disebabkan rasa shock menyaksikan banyaknya kekerasan yang terjadi di malam itu. Begitu banyaknya mayat dan darah di malam itu bisa membuat siapapun trauma dalam waktu yang cukup lama. Irene hanya tinggal selama tiga minggu di rumah sakit karena kami merasa sangat terganggu oleh orang-orang yang ingin mengorek informasi dari kami berdua tentang peristiwa malam itu. Mulai dari wartawan, polisi, LSM-LSM, sampai orang-orang tidak dikenal yang memberikan ancaman dan teror melalui telpon. Semua sepertinya begitu intens ingin tahu peristiwa itu. Khusus bagi kami berdua, kita tidak peduli dengan itu semua karena kami ingin meninggalkan kenangan tentang kejadian itu selama-lamanya.

Sekarang telah memasuki bulan ketiga setelah peristiwa itu. Kami sekarang tinggal di rumah kontrakan di daerah Kelapa Gading. Aku memilih daerah ini selain karena disini banyak tinggal warga negara keturunan seperti kami, juga karena selama peristiwa kerusuhan lalu daerah ini terkenal aman dan tidak dilanda penjarahan. Bagiku ini hanya rumah sementara sampai keadaan benar-benar aman dan stabil, baru aku mempertimbangkan mencari tempat tinggal yang tetap.






Siang itu aku baru saja pulang dari bengkel-ku di Kemayoran. Di luar rumah terlihat parkir dua mobil. Satu sedan dan satu mobil kijang. Itu pertanda Irene sedang dikunjungi oleh relawan kemanusiaan yang senantiasa menemani dan membantunya melalui saat-saat sulit itu. Sementara mobil kijang itu aku kenali sebagai kendaraan milik satuan tugas polisi dari POLDA yang dinamakan satuan merpati. Satuan yang terdiri dari anggota Polwan itu dibentuk oleh Kaditserse Polda Metro Jaya yang saat itu dijabat oleh Kol. GM. Tugasnya mencari fakta den menyelidiki dugaan tentang adanya pemerkosaan massal saat kerusuhan Mei itu. Aku sendiri pesimistis tentang ke-efektifan satuan itu. Sebenarnya kami hanya ingin menerima para relawan kemanusiaan saja karena mereka benar-benar membantu kami. Tapi selama Irene merasa tidak terganggu aku mengijinkan mereka datang dan menanyakan berbagai hal pada kami berdua. Yang jelas kami berhak untuk tidak menjawab pertanyaan yang tidak kamu sukai.

Narto, pembantu rumah kami yang masih berusia 15 tahun tampak membukakan pagar sambil menyapaku dengan senyum kanak-kanaknya

"Mas Kevin.. Ibu-ibu polisi itu datang lagi.." .
"Sudah lama mereka disini?" aku agak melongok keluar jendela mobilku untuk mengatakan itu dengan suara pelan.
"Ampir setengah jam.. Tadi mereka sudah ngomong sama Mbak Irene" jawab narto.

Setelah memarkir mobilku di garasi, aku segera bergegas menuju ruang tamu. Disitu terlihat dua orang wanita duduk menunggu di ruang tamu-ku. Aku mengenali mereka karena ini merupakan yang keempat kalinya rumahku dikunjungi mereka. Wanita yang lebih tua itu Kapten Shelly namanya. Berlawanan dengan namanya, wajahnya sama sekali jauh dari menarik. Tubuhnya agak pendek dan gemuk. Tapi nada bicaranya yang sejuk dan mengayomi membuat orang betah bicara dengan dia. Menurutku umurnya sudah mendekati 40 tahun.

Seperti biasa dia mengenakan pakaian kantor dengan celana model kulot dan mengenakan blaser warna biru tua. Wanita muda yang duduk disebelahnya adalah Sersan Laras. Yang satu ini berlawanan dengan rekannya, memiliki wajah menarik, kalau tidak bisa dibilang manis. Menurutku terlalu manis untuk ukuran polwan. Badannya cukup tinggi, dia sekuping-ku kalau berdiri disampingku (tinggi-ku 173 cm). Dari pangkat serta penampilannya sepertinya dia sebaya dengan kakak-ku sekitar 24-25 th. Kulitnya cukup putih dan dari betisnya yang mulus dan halus terlihat kalau polwan ini sangat telaten merawat tubuhnya. Dia
mengenakan hem putih yang lengannya digulung sampai siku dan mengenakan rok kerja yang panjang berwarna abu-abu. Rambutnya agak nge-bop serta wajahnya manis dan dalam pakaian seperti ini rasanya orang pasti tidak menyangka kalau dia seorang polisi.

Keduanya bangkit dari tempat duduk dan Kapten Shelly menyapaku ramah.

"Selamat siang Dik Kevin, kami mampir sekedar melihat keadaan anda dan kakak anda".
Basa basi petugas, mereka jelas datang untuk mengorek keterangan. Pikirku jelas tidak mungkin hanya sekedar menengok kami.
"Selamat siang ibu-ibu, silakan duduk" basa basiku menyapa mereka.
"maaf aku permisi sebentar, mau bertemu kakak-ku di dalam".

Mereka duduk kembali dan aku segera bergegas menuju kamar cici-ku aku ingin tahu apa saja yang sudah mereka tanyakan padanya. Di kamar aku temui Irene sedang bercakap-cakap dengan Rima, mahasiswi anggota relawan yang menjadi konselor cici-ku. Selain anggota relawan, dia juga aktivis mahasiswa di kampusnya. Wajahnya biasa saja tubuhnya cukup proporsional tidak kurus tidak juga gemuk. Kulitnya sawo matang khas gadis keturunan jawa pada umumnya.

"Selamat siang Kevin" sapanya sambil bengkit dan menyalamiku.

Agak terkejut aku menyadari penampilannya hari ini. Kalau biasanya dia selalu datang mengenakan pakaian standar mahasiswa (t-shirt dan jeans), kali ini dia mengenakan kaos ketat dan rok santai selutut. Mataku tiba-tiba terfokus pada sepasang betisnya yang panjang dan kakinya yang bagus mengenakan sepatu terbuka berhak tinggi (mm.. Yummy!!).

Segera aku menyodorkan tanganku menyalaminya. Srr!! darahku berdesir mencium parfum yang dikenakannya. Sudah pernah aku bersalaman dengannya sebelumnya tapi dengan penampilan seperti itu wangi parfum yang tercium menyentuh gairah dalam diriku. Kurasakan semacam hasrat yang tidak biasa menyelimutiku saat itu. Ada sensualitas tertentu dalam diri gadis yang sebenarnya biasa-biasa saja itu.

"Eh sudah lama disini?" kataku setelah menelan ludah.
"Aku datang hampir bersamaan dengan Mbak-Mbak polisi itu" katanya dengan tersenyum.
"Tadi aku nemenin Mbak Irene waktu ditanyain mereka," katanya menjelaskan.

Aku minta permisi sebentar buat berbicara pribadi dengan cici-ku dan Rima segera keluar dari kamar meninggalkan aku dan cici-ku serta semerbak wanginya. Wangi yang agak memancing libido-ku.

"Gimana tadi di bengkel Kev?" tanya Irene.
"Oh.. Iya tadi aku ketemu si Eki dia memang lagi perlu duit" ujarku sambil menghapus siluet Rima yang sempat membayang di mataku.
"Terus kamu betul-betul mau bantu dia?" Irene melanjutkan topik tentang masalah di bengkel.
"Iya.. Kasian juga tuh anak.. Eh tadi gimana sama petugas-petugas itu?" aku segera mengalihkan pembicaraan.
"Aduh aku males banget ngomong sama mereka.. Abis itu-itu aja yang ditanyain" Irene rupanya mulai tidak nyaman dengan petugas-petugas polwan itu.
"Begini aja.. Gimana kalau kita sewa pengacara supaya agar semua urusan kita dengan polisi lewat pengacara," lalu aku melanjutkan lagi, "Kalau sudah gitu kan kita berdua enggak diganggu terus".
"Iya sih cici juga sudah mikir kesitu.. Ya sudah kamu bisa cari pengacara?" ujarnya sekaligus menyatakan kesetujuannya akan usul-ku.
"Oke deh nanti aku urus," kataku, "Sekarang aku mau kedepan buat jelasin ke mereka tentang keputusan kita"

Ketika aku hendak bangkit dari sisi ranjang tempatku duduk, tangan cici tiba-tiba menggenggam lenganku menahan gerakanku yang hendak meninggalkanya.

"Kevin.."

Matanya menatapku lekat. Kemudian cici melepas kacamata baca-nya lalu berbisik lirih.
"Sini.." gumamnya singkat.

Terlihat perubahan karakter pada dirinya. Matanya yang tadinya lembut berubah menjadi nakal penuh gairah. Segaris senyum muncul di wajahnya dengan ekspresi penuh dominasi dan gairah. Itu adalah senyum yang pertama kali muncul di wajahnya di malam bulan Mei itu. Senyum yang muncul sesaat setelah dia mengeluarkan sumpah serapah mengutuki jasad ayahku.. Senyum yang pertama kali muncul ketika cipratan darah menghiasi pipinya.. Senyum yang pertama kali muncul sesaat setelah tubuh kita berdua menyatu dalam hubungan sex haram di malam itu. Senyum itu yang mulai sering muncul setelah kejadian itu dan menghiasi lembar demi lembar kehidupan baruku sebagai Kevin Demonic yang menggantikan Kevin Lim. Jelas itu bukan senyum Irene Lim cici-ku yang kukenal tapi senyum Irene Devilia yang juga lahir di malam laknat itu.

Kubiarkan tangannya menariku mendekati tubuhnya. Sesaat kemudian bibir kami berdua menyatu dalam hasrat panas penuh nafsu dan dendam. Semenit kemudian baru bibir kita berdua saling melepaskan pagutannya. Segera aku beranjak dari sisi ranjangnya (kadang jadi ranjang kami berdua) lalu bergegas menuju ruang tamu. Di ruang tamu kulihat Rima sedang barcakap-cakap dengan kedua polwan itu. Sepertinya percakapan mereka cukup hangat. Aku segera duduk dan mempersilahkan mereka meminum teh yang disajikan oleh Narto pembantuku yang sedari tadi tampaknya belum diminum oleh mereka.

"Sebelumnya saya mohon maaf pada ibu-ibu polisi karena dengan berat hati saya harus mengatakan kalau kakak saya merasa perlu mendapatkan istirahat yang lebih baik guna memulihkan kondisi mentalnya akibat trauma yang dideritanya," kataku yang disimak serius oleh kedua petugas polwan di depanku.
"Oh iya memang harus begitu demi kebaikannya.. Oleh karena itu kami pikir akan lebih baik kalau Dik Kevin saja yang menjawab pertanyaan kami agar Dik Irene tidak terganggu istirahat siangnya," kata Kapten Shelly.

Nada suaranya penuh determinasi.

"Betul.. Kan sama saja kalau anda yang menjawab karena anda juga merupakan saksi di malam itu," ujar Sersan Laras menambahkan sambil menumpangkan paha kanannya diatas paha kirinya.

Ke bagian 2


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.